Orang pintar dan orang bodoh, sebuah gelar yang sebenarnya sampai saat ini masih belum diketahui parameter dan indikatornya. Tidak ada ukuran yang jelas, yang bisa dijadikan patokan untuk menilai seseorang pintar atau tidaknya. Mungkin kita semua sudah tidak asing lagi dengan IQ ataupun nilai yang berbicara lewat angka dijadikan sebagai tolak ukur tingkat kepintaran/kecerdasan seseorang.
Namun perlu diketahui juga bahwa keduanya tidak bisa dijadikan sebagai parameter untuk mengukur tingkat kemampuan otak setiap individu. Sebab, data yang ditujukan oleh angka belum tentu valid dan relevan dengan realita. Sebab, seperti yang diketahui bahwa semua perhitungan tersebut dibuat oleh manusia yang tentunya memiliki keterbatasan tersendiri.
Dari hal yang disampaikan diatas muncul tanda tanya baru, sebenarnya patutkah kita untuk membuat dan menyematkan gelar tersebut terhadap seseorang?
Jika kita menilik jauh lebih dalam, setiap manusia dilahirkan dalam kondisi otak yang tidak jauh berbeda. Sebab, yang membedakannya adalah tentang bagaimana kita mengolah setiap potensi yang ada pada otak kita. Dari sinilah bisa kita ketahui bahwa gelar orang pintar dan orang bodoh tidak patut untuk kita gunakan dalam menilai tingkat kecerdasan seseorang dan dari sini pula bisa kita tarik benang merah bahwa gelar yang sepatutnya kita buat dan gunakan adalah orang rajin atau orang malas.
Hal yang bisa kita gunakan sebagai indikator untuk menilai seseorang rajin atau malas adalah dari bagaimana kesungguhan dia untuk terus mengasah kemampuan, bakat, serta potensi alamiah yang sudah Tuhan berikan kepadanya. Sebab, tidak semua orang memiliki kemauan dan motivasi untuk itu.
Oleh karena itu, ada baiknya kita menghilangkan dan tidak memakai kembali istilah atau gelar tersebut untuk menilai tingkat kemampuan otak seseorang. Meskipun memang kita terkadang sesekali menemukan dua individu yang meraih nilai yang bertolak belakang dalam sebuah ujian maupun dua individu yang berbeda dalam menganalisi, menjawab ataupun menyelesaikan sebuah persoalan.
Mengapa ?
Sebab, penggunaan istilah ini sangat sensitif jika digunakan di masyarakat. Jika gelar ini, baik orang pintar maupun orang bodoh disematkan kepada seseorang pada realitanya akan menimbulkan kesenjangan tersendiri di masyarakat. Orang yang menyabet gelar orang pintar dari banyak orang tentu akan merasa bangga akan pencapaiannya tersebut. Tapi jika sebaliknya, tentu seseorang yang mendapat gelar bodoh akan sedikit mendapat gangguan psikisnya.
Seperti yang kita ketahui bahwa orang yang mengecap gelar tersebut cenderung akan mendapat pandangan sinis dari banyak orang. Dia juga cenderung akan dijauhi dan dianggap remeh oleh banyak orang. Jika orang yang mendapat gelar tersebut memiliki mental yang kuat dan justru ketika mendapat hal negatif dari orang lain, dia akan termotivasi untuk berubah lebih baik tentu lain ini menjadi sesuatu yang baik. Tapi bagaimana jika yang mendapatkan semua itu ialah orang bergelar bodoh yang memiliki mental dan psikis yang rentan, tentu lain lagi ceritanya.
Dengan demikian, seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa gelar yang lebih patut untuk kita sematkan kepada seseorang terkait dengan kemampuan otaknya adalah orang malas dan orang rajin. Meskipun mungkin terlintas dibenak kita bahwa ketika gelar ini dipakai di masyarakat luas juga akan menimbulkan dampak yang tidak jauh berbeda dengan penggunaan gelar orang pintar dan orang bodoh, yaitu timbulnya kesenjangan dan pengecualian terhadap individu atau kelompok masyarakat tertentu.
Akan tetapi jika kita berpikir lebih jauh dan menelaah lebih dalam maka satu hal yang akan kita temui adalah bahwa penggunaan istilah rajin dan malas cenderung akan membuat seseorang untuk mempertahankan atau merubah sikapnya agar lebih baik. Sebab, istilah rajin dan malas tidak langsung menjadi vonis akhir terhadap kemampuan otak seseorang.
Sebaliknya, jika kita menggunakan istilah pintar dan bodoh itu seakan memberikan vonis akhir terkait dengan kemampuan otak seseorang. Meski pada dasarnya bodoh dan malas sama-sama bisa diubah menjadi pintar dan rajin, namun penggunaan pintar dan bodoh terlalu riskan jika kita gunakan.
Oleh karena itu, kita semua harus bisa memahami ini. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa penggunaan istilah orang pintar dan orang bodoh sudah menjadi sesuau yang tidak aneh digunakan dimasyarakat. Dan pada dasarnya analisa diatas bisa berlaku, namun bisa juga tidak. Namun akan lebih baik jika kita memperhatikan dampak terburuk yang akan ditimbulkan dari penggunaan istilah atau gelar ini.
Semoga bermanfaat. Terima kasih. Sampai jumpa.
pintar dan bodoh adalah hasil akhir dari yg rajin dan malas. Jadi memang lebih tepat menggunakan kata rajin dan malas.
ReplyDeleteitu semua berbalik kepada penilaian masing-masing individu kita sendiri tidak bisa menyebut diri kita pintar bahkan kita juga tidak boleh menyebut diri kita bodoh. salam metal
ReplyDelete