Thursday, February 1, 2018

Inilah Kurikulum Pendidikan Yang Saya Idamkan

Sudah beberapa kali negara ini mengubah kurikulum pendidikannya.  Pergantian demi pergantian terus dilakukan, katanya sih semua demi mewujudkan cita-cita bangsa ini untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya, lewat mencerdaskan warganya. Perbaikan demi perbaikan terus dilakukan, semua demi menemukan satu formula yang benar-benar mutakhir dan efektif demi mewujudkan cita-cita itu.

Apa semua yang selama ini dilakukan itu sudah berhasil ?

Saya akui, terlalu riskan untuk langsung memberikan vonis tentang berhasil atau tidaknya pergantian demi pergantian serta perbaikan-perbaikan kurikulum yang selama ini dilakukan. Toh, pergantian demi pergantian dilakukan terasa begitu cepat, bahkan sebelum kita mengetahui hasil dari pemberlakuan suatu kurikulum. Setidaknya, dari sini saya bisa menilai bahwa memang dari pihak pemerintah sendiri masih memiliki ketidakpuasan atas setiap kurikulum yang diberlakukan. Namun, jika kita korelasikan dari peringkat kualitas pendidikan di Indonesia, maka setiap kurikulum yang diberlakukan TIDAK BISA dikatakan berhasil.

kurikulum, sekolah, pelajar, nrutama

Yah, memang sih, kewenangan utama terkait pemberlakukan kurikulum ada di tangan pemerintah. Akan tetapi, sebagai seorang pelajar, saya pribadi memiliki impian dan harapan khusus mengenai seperti apa kurikulum yang saya inginkan. Emm, anggap saja ini seperti usulan, tapi juga PROTES atas ketidaknyamanan saya dan mungkin pelajar lain atas kurikulum yang selama ini diberlakukan pemerintah.

Selama saya bersekolah, setidaknya ada tiga kurikulum berbeda yang pernah saya rasakan, yaitu Kurikulum KTSP, Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2013 Edisi Revisi. Lihat, tidak sedikit bukan ? Ini bukan ukuran ideal untuk seorang pelajar mengalami 3 kurikulum berbeda dalam setidaknya 9-10 tahun saya duduk di bangku sekolah. Menjengkelkan, sekaligus menyusahkan saya yang memang tidak pernah merasa benar-benar sesuai dengan kurikulum-kurikulum tersebut.

Terkadang, dalam beberapa kesempatan, saya sering membayangkan ketika belajar di sekolah, dimana ada suasana ketika murid dan guru itu "disejajarkan". Berdiskusi bersama, menciptakan suasana belajar yang menantang, TANPA HARUS MEMIKIRKAN NILAI DAN LULUS/TIDAKNYA SAYA. Belajar bersama dalam kondisi yang fleksibel, tidak terus-menerus duduk di kursi dengan meja, serta guru yang menerangkan lewat papan tulis.

Penekanan guru terhadap murid untuk PAHAM tanpa harus terus mencoba mengujinya pada selembar soal. Belajar tentang bagaimana penerapan langsung materi pelajaran dalam kehidupan nyata nantinya. Harus disadari bahwa terkadang, seseorang bisa gagal dalam kehidupannya karena dia tidak menemukan cara menghadapi masalahnya, salah satunya saat masih duduk di bangku sekolahnya.

Ingin rasanya, belajar bersama guru yang berperan sekaligus sebagai orang tua dan sahabat. Yang saat ketika mendapatkan nilai yang kecil, bukan hanya terus-menerus menekan agar saya mendapatkan nilai yang besar. Tapi uga yang belajar bersama, ikut merasakan, dan menjalani prosesnya bersama-sama.

Ingin rasanya, tidak lagi menemukan guru yang seolah mencitrakan dirinya keras, lalu kemudian berdalih dengan memberikan label "keras yang mendidik". Padahal sama sekali tidak mengerti apa yang dialami muridnya.

Ingin rasanya, mengungkapkan hal lain yang saya impikan terkait kurikulum dan hal lain yang nantikan terkait dunianya para pelajar. Semakin banyak saya mengungkapkan, saya sadari akan semakin banyak orang yang justru berbalik memberikan label kepada saya sebagai "Pelajar banyak Maunya".

Terasa tidak pantas memang, ketika saya hanya menuntu ini dan itu, padahal saya belum melakukan apa-apa untuk lingkungan sekitar saya. Tapi, inilah, entah apapun itu timbal balik yang saya terima, itu tidak akan mengubah atas apa yang selalu saya impikan. Namanya juga MIMPI. Kemungkinan yang dimiliki hanya ada 2, akan kenyataan atau akan tetap menjadi mimpi. Jadi, jangan salahkan orang yang bermimpi.

Terima kasih.

No comments:

Post a Comment