Saturday, May 13, 2017

Full Day School : Kemelut Seputar Kuantitas Belajar, Seberapa Pentingkah ?

NRUtama, waktu, pelajar
Ilustrasi
Beberapa waktu yang lalu, dunia pendidikan Indonesia dikejutkan dengan salah satu kebijakan yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kebijakan tersebut kita kenal dengan sebutan Full Day School.

Sesuai dengan namanya, kebijakan tersebut memang terkait dengan penambahan kuantitas belajar para pelajar di Indonesia. Para pelajar diberi tambahan jam pelajaran diluar jam sekolah normal. Meski demikian, penambahan jam pelajaran tersebut diisi oleh kegiatan-kegiatan yang memang masih memiliki kaitan dengan pembelajaran seperti biasanya.

Saat mulai membeberkan seputar kebijakan ini, satu hal yang saya rasa menjadi dalih Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI adalah bahwa pemberlakuan kebijakan ini ditujukan untuk lebih memaksimalkan lebih banyak waktu yang dimiliki pelajar untuk  kegiatan yang bersifat edukatif. Selain itu, hal lain yang saya rasa menjadi latar belakang pencanangan wacana ini adalah karena banyak para pelajar di Indonesia yang setelah keluar dari jam pelajaran di sekolah, mereka banyak melakukan kegiatan yang dirasa membuang-buang waktu. Mereka seakan-akan merasa lepas dari tanggung jawabnya sebagai pelajar ketika sudah tidak lagi berada di sekolah.

Terlepas dari apapun alasannya, kebijakan ini memang sudah mulai diberlakukan di sebagian sekolah di Indonesia. Meski sudah mulai diberlakukan, nyatanya kebijakan ini memang sudah menimbulkan pro dan kontra di kalangan pelajar dan juga masyarakat, bahkan ketika kebijakan ini baru sekedar wacana. Ada yang setuju dan ada juga yang tidak.

Bagi mereka yang setuju, sebagian besar dari mereka berpendapat bahwa kebijakan in memang cukup efektif sebagai upaya untuk memanfaatkan waktu yang dimiliki pelajar dengan sebaik-baiknya. Para pelajar akan lebih banyak memiliki waktu untuk belajar, dibandingkan untuk bermain atau hal lain yang dianggap minim manfaat.

Akan tetapi, ada sebagian orang yang berpendapat bahwa tidak semua waktu yang dimiliki seorang pelajar hanya digunakan untuk belajar. Mereka berpendapat bahwa para pelajar pun tentunya memiliki waktu untuk setidaknya "mendinginkan" otak dari segala proses pembelajaran di sekolah.

Pandangan kontra terhadap pemberlakuan kebijakan ini tidak terlepas dari hal tersebut saja. Sebab, ada juga sebagian orang yang mengatakan bahwa yang mesti diprioritaskan dari kegiatan belajar adalah kualitas pembelajaran, bukan kuantitas. Oleh karenanya, mereka juga punya pandangan yang sama bahwa masih ada cukup banyak waktu yang bisa digunakan para pelajar diluar jam sekolah.

Menyikapi pro dan kontra yang ada, saya rasa hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat wajar. Apapun pandang pembaca terhadap kebijakan ini, saya rasa pada esensinya kita semua punya tujuan yang sama, yakni kepentingan para pelajar. Dan inilah yang harus kita pahami, bahwa sebenarnya pemberlakuan kebijakan ini juga bermaksud untuk mengedepankan kepentingan para pelajar.

Adapun menanggapi pro dan kontra yang ada, jujur saya tidak berada pada salah satu kubu. Saya setuju dengan pandangan mereka yang pro dan bahkan juga dengan pandangan mereka yang kontra. Agak terkesan tidak punya pendirian memang, tapi ini memang benar. Yang saya soroti disini bukanlah terkait pemberlakuan kebijakan Full Day School yang dicanangkan Menteri. Akan tetapi, saya punya pandangan mengenai kuantitas pembelajaran. Seberapa pentingkah ?

Berbicara mengenai kuantita, saya harus mengatakan bahwa semua itu relatif. Kuantitas yang banyak tidak selamanya lebih baik dibandingkan kuantitas yang sedikit. Begitu juga kuantitas yang sedikit pun tidak selamanya lebih buruk dibandingkan kuantitas yang banyak. Berdasarkan teori, apa yang saya sampaikan diatas berlaku dalam konteks apapun jika menyangkut kuantitas.

Akan tetapi, jika kita berbicara dalam konteks kuantitas pembelajaran karena tentu kaitannya dengan kebijakan Full Day School, maka hal tersebut pun tentunya bisa berlaku demikian. Dalam belajar, kuanitas pembelajaran yang banyak tidak akan selalu lebih baik dibandingkan kuantitas belajar yang sediki. Ada beberapa hal yang membuatnya menjadi sesuatu yang relatif. Tapi, yang paling utama adalah mengenai kualitas belajar itu sendiri. Karena kuantitas erat keitannya dengan kualitas.

Hasil pembelajaran seorang pelajar yang belajar dalam waktu yang lama tidak akan selalu membuatnya menjadi lebih baik dibandingkan pelajar yang belajar dalam waktu yang singkat. Karena masih bersifat relatif, tentu tidak akan selamanya berlaku demikian. Pelajar yang belajar dalam waktu yang singkat, tetapi menggunakan metode atau konsep yang lebih baik tentunya akan bernilai lebih baik jika dibandingkan pelajar yang belajar dalam waktu yang lama, tapi tidak memiliki kualitas belajar yang baik.

Sekali lagi, semuanya masih bersifat relatif. Dan karena kerelatifitasan inilah yang membuat pembahasan seperti ini bisa menjadi hal yang rumit. Disatu sisi bisa 'iya', tapi disisi lain juga bisa 'tidak'. Akan tetapi, saya merasa bahwa daripada harus memikirkan seberapa pentinya kuantitas, ada baiknya kita memikirkan konsep yang lain. Apa itu ?

Sepert yang sudah saya sampaikan dan kita ketahui bahwa kuantitas memiliki ikatan yang erat dengan kualitas. Inilah konsep yang saya maksud. Konsep menyatukan dan menyelaraskan kuantitas dengan kualitas. Perdebatan-perdepatan mengenai kebijakan Full Day School pada dasarnya adalah demi kepentingan para pelajar. Maka, penerapan konsep mana yang baik pun harus disesuaikan dengan kondisi para pelajar. Demikian pula terkait dengan kuantitas.

Tidak bisa dipungkiri bahwa terkait dengan kuantitas dan kualitas, tentunya kita tidak perlu lagi bimbang terkait keduanya. Satu hal yang pasti bahwa kita tentunya akan selalu menginginkan kualitas yang baik. Karena yang kita permasalahkan adalah tentang kuantitas, indikator yang bisa kita gunakan adalah mengenai pendampingnya, yakni kualitas.

Jika kualitas adalah hal yang pasti diinginkan, penentuan kuantitas inilah yang rumit. Seberapa lama waktu belajar para pelajar harus mempertimbangkan beberapa hal. Salah satunya mengenai kegiatan lain para pelajar diluar kegiatan sekolah. Seharusnya kita juga memahami bahwa kewajiban pelajar memang belajar, tapi mereka juga memiliki hak yang mesti terpenuhi. Mereka juga harus mempunyai waktu untuk aktifitas lain yang juga penting bagi mereka.

Baiklah, memang terkait kebijakan Full Day School, para pelajar juga diberi tambahan hari libur disetiap minggunya. Akan tetapi, analisa saya mengatakan bahwa hal tersebut tidak bisa dikatakan menjadi sesuatu yang dapat diiyakan. Saya menggunakan sudut pandang matematis dan juga logis.

Secara matematis, penambahasn jam belajar pelajar di sekolah disetiap minggunya tidak sebanding dengan waktu penambahan libur, dimana yang saya ketahui adalah satu hari. Itu pun jangan kita bandingkan dengan 24 jam hari libur, karena memang normalnya pun kita hanya belajar setiap harinya tidak selama itu.

Selain itu, saya rasa ini juga yang membuat waktu istirahat yang dimiliki pun tidak optimal. Kita juga perlu memperhatikan porsi istirahat pelajar. Sebab, tidak hanya otak, tapi otot pun pastinya akan mengalami kelelahan dengan rutinitas yang tidak hanya padat, tapi juga pandang tersebut.

Yang kedua dari sisi logis. Ingat bahwa penambahan hari libur hanya satu hari. Kita mengesampingkan mengenai angka, tapi ini memang tidak adil. Pelajar memilik kegiatan lain diluar sekolah yang menjadi sebuah rutinitas. Tidak menutup kemungkinan jika kegiatan tersebut dilakukan secara berkala, mungkin setiap hari. Jika pun ada penambahan hari libur, itu tidak akan menutupi hilangnya waktu yang terjadi selama beberapa hari.

Apa yang saya sampaikan diatas tidak bermaksud menentang adanya kebijakan Full Day School secara khusus. Tetapi, jika kita memakai konsep kuantitas dan kualitas, saya rasa di Indonesia tidak pas jika diberlakukan kebijakan tersebut. Dibandingkan penambahan kuantitas, ada baiknya di Indonesia kita utamakan terlebh dahulu peningkatan kualitas itu sendiri.

Tidak mesti ditutup-tutupi lagi bahwa kualitas pendidikan di Indonesia sendiri masuk golongan kualitas yang rendah dibanding negara lain. Selain peningkatan, upaya pemerataan pun saya rasa mest diperhatikan. Mengapa ? Agar setiap sekolah, dimana pun itu bisa merasakan hal yang sama ketika memang ada pemberlakuan suatu kebijakan mengenai pendidikan. Ini penting, terutama untuk kemajuan kualitas individu yang ada di negara ini.

Terima kasih. Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment