Sunday, May 21, 2017

Melanggar Aturan Karena Lupa, Bagaimana Menyikapinya ?

NRUtama, pelanggar aturan, aturan, lupa
Ilustrasi
Pembahasan kali ini sebetulnya penjelasan secara eksplisit dari kutipan artikel yang sudah saya publikasikan sebelumnya. Dalam artikel tersebut, saya menjelaskan mengenai beberapa alasan mengapa seseorang melanggar aturan. Dan dalam artikel tersebut saya mencantumkan 'lupa' sebagai salah satu alasan mengapa seseorang melanggar sebuah aturan.

Dengan maksud untuk kembali menjelaskan secara lebih gamblang dan menyeluruh, saya akan membahas mengenai bagaimana seharusnya kita menyikapi pelanggar aturan yang beralasan bahwa mereka melanggar aturan karena lupa. Dengan kata lain, mereka lupa bahwa ada aturan tersebut atau juga lupa bahwa pada saat itu, saat mereka melanggar aturan, mereka lupa bahwa saat itu aturan diberlakukan. Sebab, ada aturan yang memang berlaku temporer, artinya ada saat-saat tertentu dimana aturan berlaku dan juga tidak.

Berbicara mengenai lupa, tidak bisa dipungkiri bahwa hal tersebut memang menjadi salah satu alasan yang paling sering diutarakan mereka yang melanggar aturan. Secara sekilas, mungkin alasan tersebut memang lebih membuat pelanggar aturan menjadi mudah untuk dimaklumi. Sebab, kita semua pastinya menyetujui bahwa 'lupa' merupakan hal yang lumrah dan pasti dimiliki oleh setiap manusia.

Akan tetapi, dalam konteks aturan, tidak bisa dipungkiri bahwa memang tidak selamanya 'lupa' menjadi sebuah alasan untuk melanggar sebuah aturan. 'Lupa' tidak bisa selamanya menjadi pelindung kita dari sanksi atas pelanggaran aturan yang kita lakukan. Ada hal yang memang mesti diperhatikan sebelum memasukkan 'lupa' dalam penegakkan sebuah aturan.

Yang paling perlu diperhatikan adalah terkait apakah si pelanggar aturan ini benar-benar lupa. Kenapa hal ini menjadi sesuatu yang paling perlu diperhatikan ? Alasan utamanya adalah karena memang mengidentifikasi apakah pelanggar aturan itu melanggar karena benar-benar lupa atau hanya dibuat dengan kebohongan merupakan sesuatu yang sulit. Kita tidak bisa secara langsung menilai hal tersebut hanya dengan fungsi dari panca indera yang kita miliki. Sebab, ini kaitannya dengan karakter, watak, sifat dan kepribadian seseorang yang tertanam dalam hati masing-masing.

Inilah yang memang menjadi salah satu kendala utama dalam penegakkan aturan, terutama dalam ruang lingkup yang sempit. Sebab, sangat aneh jika ada koruptor negara yang korupsi karena lupa ada undang-undang pemberantasan korupsi. Perlu diketahui, alasan karena lupa memang lebih cenderung muncul dalam ruang lingkup yang sempit atau kecil, misalkan di lingkungan sekolah.

Kita contohkan di beberapa sekolah, dimana terdapat aturan yang mengarahkan para pelajar agar tidak lupa membawa atribut sekolah secara lengkap saat dilaksanakannya upacara bendera. Akan tetapi, didapati seorang siswa yang tidak memakai topi saat upacara bendera berlangsung. Dari apa yang saya ketahui, kebanyakan oknum pelajar seperti itu ketika ditanya apa alasannya, mereka berdalih bahwa mereka lupa.

Itulah salah satu contoh kasus dimana 'lupa' menjadi sebuah alasan mereka yang melanggar aturan.  Kita tidak bisa serta merta menganggap bahwa mereka benar-benar lupa atau bahkan berbohong. Ada dua kemungkinan yang menjadi jebakan. Saya mempunyai hukum dimana ketika kita dihadapkan pada dua kemungkinan atau bahkan lebih, maka kita tidak bisa menganggap salah satu diantaranya merupakan yang benar atau justru yang salah.

Sekali lagi bahwa permasalahan ini merupakan permasalahan yang cukup rumit. Namun disamping itu, tentu disetiap permasalahan pasti ada solusi. Ada beberapa hal yang bisa dijadikan solusi agar kebimbangan ini tidak muncul dan tidak menjadi sebuah keraguan dalam menegakkan sebuah aturan.

Pertama, saya merasa bahwa kunci utamanya adalah dari mereka yang melanggar aturan itu sendiri. Yang saya maksud adalah terkait kesadaran mereka akan pentingnya sebuah kejujuran. Mereka yang melanggar atau diduga melanggar aturan, harus memiliki tanggung jawab atas alasan yang mereka utarakan sendiri. Utarakan alasan yang benar-benar menjadi alasan kenapa kita melanggar aturan tersebut.

Kejujuran dalam penegakkan aturan merupakan salah satu hal yang paling dasar. Sebab, ada banyak konsekuensi yang bisa saja diterima jika kita tidak berpegang pada prinsip kejujuran tersebut. Konsekuensi tersebut bukan hanyak terkait hubungannya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan Tuhan.

Jangan pernah berbohong, bahkan atas setiap kata yang keluar dari mulut kita. Mungkin orang-orang tidak akan langsung mengetahui kebohongan itu. Tapi ada dua hal yang sering disepelekan. Pertama, bahwa Tuhanmu sudah pasti mengetahuinya. Dan yang kedua, kita harus berpikir kemungkinan terburuk jika orang lain mengetahui kebohongan yang kita buat.

Saya berharap anda yang membaca artikel ini bukanlah seorang Atheis. Dalam agama apapun, saya rasa semua memiliki konsep bahwa Tuhan Maha Segalanya. Inilah pegangan yang harus kita punya. Tuhan bisa mengetahui apa-apa yang ada dan keluar dalam lidah, pikiran, hati dan perbuatan yang kita lakukan. Sebab, konsekuensi dari melakukan hal yang buruk jika dikaitkan dengan prisip Ketuhanan, tentu ada banyak hal-hal yang kemungkinan kita tanggung dari perbuatan buruk yang kita lakukan.

Selain kaitannya dengan Tuhan, kebohongan yang kita buat pun memiliki banyak konsekuensi yang berkaitan dengan hubungan kita dengan sesama manusia. Yang paling berbahaya adalah saat kebohongan yang dibuat benar-benar terbongkar dan diketahui oleh orang lain. Untuk menutupi satu kebohongan, diperlukan kebohongan lain. Dan itu akan terus menjadi rantaian yang tidak ada ujungnya. Saat kebohongan terungkap, hilang kepercayaan dari orang lain adalah hal yang pasti. Dalam konteks penegakkan aturan, tidak menutup kemungkinan kita akan menanggung dua akibat. Pertama, atas pelanggaran aturan yang sudah kita buat. Kedua, adalah mengenai kebohongan yang juga kita buat.

Meski demikian, seperti yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa tidak bisa dipungkiri jika mengidentifikasi apakah seseorang berbohong atau tidak bukanlah hal yang mudah. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan, terutama terkait apa yang sedang kita bahas, yaitu dalam penegakkan aturan.

Salah satu hal yang paling signifikan untuk mengidentifikasi pelanggar aturan yang berbohong atas alasan mengapa dia melanggar adalah terkait intensitas dia melanggar aturan yang sama. Jika dia mengungkapkan alasan 'lupa' atas pertama kalinya dia melanggar aturan, mungkin masih wajar. Tapi jika intensitasnya sering, maka hal tersebut perlu dicurigai.

Apakah wajar jika seorang siswa selalu tidak membawa topi dihari yang sama dan dengan alasan yang sama, yaitu lupa ? Azas praduga tidak bersalah memang mesti dijunjung tinggi. Tapi jika ada sesuatu yang tidak wajar, didukung dengan fakta yang ada dan ada ketidaklogisan, perlu ada pengungkapan dan penegakkan aturan yang lebih tegas.

Sebenarnya, ada hal lain yang saya rasa mesti dipahami juga. Kita tidak bisa langsung memberikan vonis bahwa dia berbohong atau tidak. Yang saya soroti adalah jangan mengabaikan alasan yang diutarakan oleh mereka yang melanggar aturan. Ini ada kaitannya dengan apa yang sudah disampaikan sebelumnya. Kejujuran dan kebohongan tidak kasat mata dan kasat panca indera.

Jangan mengabaikan, artinya jangan hanya tekad bahwa hukum mesti ditegakkan, kita lupa bahwa terkadang memang ada alasan logis yang bisa saja membuat seseorang melanggar aturan, seperti kelupaan yang sedang kita bahas. Ini yang saya maksud yang sering kita abaikan.

Memasukkan 'lupa' dalam konteks alasan pelanggaran aturan memang benar-benar bisa membuat kebingungan. Kuncinya sebenarnya ada pada kedua belah pihak. Jika kita ingin membela diri, utarakan alasan yang tidak hanya logis dan gamblang, tapi jujur. Jika pun nantinya terjerat sanksi, tekad untuk tidak mengulangi pelanggaran itu merupakan hal yang sangat penting.

Dan bagi para penegak hukum atau aturan, pengidentifikasian kejujuran merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan untuk mencari alasan mengapa seseorang melanggar aturan, terutama untuk aturan yang memang ruang lingkupnya sempit, ini yang memang kerap diabaikan. Karena, memutuskan seseorang bersalah atau tidak adalah sesuatu yang mudah. Tapi, mencari alasan atas keputusan tersebut adalah hal yang sulit.

Terima kasih. Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment