Sunday, March 19, 2017

Saat Pencerdas Tak Lagi Mencerdaskan


Tak akan ada habisnya memang jika kita membicarakan dunia pendidikan, khususnya di Indonesia. Begitu banyak dinamika yang terjadi. Dinamika yang terus terjadi dari waktu ke waktu, yang terus berproses membentuk sejarah. Proses yang memajukan atau bahkan menghambat kualitas pendidikan itu sendiri. Tak perlu dipusingkan positif atau negatifnya, yang mesti kita pikirkan adalah bagaimana caranya kita berusaha melancarkan proses itu.

Saat Pencerdas Tak Lagi Mencerdaskan, itulah judul yang saya angkat dalam rangka ikut berusaha dalam melancarkan proses perkembangan dunia pendidikan. Judul yang saya angkat dari kondisi dunia pendidikan di Indonesia. Bisa dibilang mengkritik, tapi bagi anda yang berpikir, ini merupakan bentuk kepedulian yang diungkapkan secara tidak langsung.

Apa yang ada pada benak anda mengenai judul ini? Entah jawabannya anda paham atau tidak, saya akan tetap mengemukakannya. Bisa dibilang pertanyaan itu hanya sebagai formalitas. Iya, formalitas yang berkualitas.

Ide untuk menulis dan mengembangkan judul tersebut bermula dari unek-unek yang saya miliki terhadap apa yang saya ketahui. Mungkin diantara para pembaca juga akan mengetahui apa yang saya ketahui. Dimana, sudah bukan hal yang lumrah lagi jika kita menjumpai suatu sekolah yang menetapkan nilai minimum tertentu untuk menerima siswa baru. Dan tentu hal ini dapat kita temui pada akhir tahun ajaran.

Apa yang salah? Mungkin itu pertanyaan yang terlintas dibenak anda. Pertama, coba anda pikirkan dan renungkan apa tugas utama sekolah? Apa tujuan didirikannya lembaga pendidikan ini?

Jawaban yang tepat dari pertanyaan-pertanyaan diatas adalah untuk memanifestasikan salah satu cita-cita bangsa Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa bukan? Yang membuat hal yang saya sampaikan sebelumnya adalah sesuatu yang salah adalah karena yang memberlakukan kebijakan tersebut adalah sekolah-sekolah yang dikenal memiliki kualitaas yang baik dalam berbagau sisi.

Saya akan kembali menyarankan anda untuk berpikir dan merenungkan ketika seorang pelajar dengan nilai yang tinggi karena kepintarannya diterima di sekolah yang kualitasnya tinggi dan dapat kita asumsikan bahwa sekolah tersebut akan membuat pelajar yang pintar itu akan terus bertambah pintar. Tidak salah memang jika kita terus mengasah kemampuan, karena menuntut ilmu adalah sesuatu yang penting.


Tapi, tunggu dulu!

Sekarang kembali pikirkan dan renungkan seorang pelajar dengan nilai rendah karena belum pintar tidak diterima di sekolah dengan kualitas baik, seolah-olah sekoah tersebut membatasi kemampuannya untuk tidak berkembang. Justru, dia di terima di sekolah dengan kualitas yang kurang. Ini sangat berbanding terbalik. Ini yang saya maksud sekolah tidak lagi menyekolahkan.

Ketika petani menyiram dan memupuki tanaman yang subur dan terus membiarkan tanaman yang masih layu.

Jika kita berpikir menggunakan logika, maka seharusnya sekolah dengan kualitas yang baik membuka peluang lebih besar kepada para pelajar dengan nilai yang rendah karena belum pintar. Namun, bukan berarti sekolah dengan kualitas yang kurang baik memiliki tugas untuk membodohkan pelajar dengan nilai tinggi. Saya rasa orang yang berpikiran seperti itu setelah membaca tulisan ini mesti berpikir ulang.

Sebenarnya, inti dari masalah ini adalah dari segi pemerataan kualitas. Jika semua sekolah memiliki kualitas yang sama, tentu tidak akan terjadi seperti ini. Jika memang pemerintah mampu untuk melakukan pemerataan kualitas sekolah maupun elemen-elemen yang ada di sekolah, saya rasa tidak perlu adanya kebijakan nilai minimum untuk menjaring peserta didik baru. Selain itu, jika memang pemeritah tidak bisa, maka solusinya tetap sama, yaitu memusnahkan kebijakan tersebut.

Setiap pelajar dan generasi bangsa memiliki hal atas ilmu yang sama. Hak belajar yang sama. Jika memang ada pembatasan untuk itu, maka cita-cita bangsa ini bukan lagi mencerdaskan kehidupan bangsa, melainkan mencerdaskan kehidupan sebagian elemen bangsa yang sudah cerdas.

Terima kasih. Semoga bermanfaat.

7 comments:

  1. Sangat bermanfaat gan,
    Nilai rendah bekum tentu bodoh. Hahaa
    Pengalamat saat masih jadi pelajar sih saya dulu..
    Sukses terus yaaa..

    ReplyDelete
  2. Hanya segelintir pencerdas yang benar2 mencerdaskan...selanjutnya apa??
    Mungkin balik ke diri masing2

    ReplyDelete
  3. terbawa zaman, dimana yang cerdas di kucilkan dan yang sok cerdas di istimewakan,,hehehee

    ReplyDelete
  4. yang pesti cerdas berbeda dengan pintar, banyak orang pintar namun sedikit yang cerdas

    ReplyDelete
  5. Sepakat banget, karena kecerdasaan anak tidak semata2 di lihat dari nilai

    ReplyDelete