Friday, August 25, 2017

4 Tipe Guru Yang Tidak Saya Sukai

nrutama, guru, pelajar, guru yang tidak disukai
Ilustrasi
Dalam dunia pendidikan, guru merupakan salah satu komponen penting. Sedangkan, bagi seorang pelajar di sekolah khususnya, guru merupakan mereka yang memiliki peran paling krusial dalam proses pembelajaran. Maka dari itu, harus ada sinkronisasi antara pelajar dan guru, agar tercapainya hasil yang maksimal terkait proses pembelajaran, yakni bagaimana guru bisa menyampaikan pelajaran dengan optimal dan bagaimana pelajar bisa menerima pelajaran yang diberikan guru dengan optimal pula.


Jika berbicara mengenai guru di sekolah, saya yang juga merupakan seorang pelajar sudah menemui banyak guru dengan berbagai karakteristiknya masing-masing. Ada yang memang terkesan selalu serius dalam mengajar, ada yang selalu menyelipkan unsur humor dalam proses mengajarnya dan masih banyak lagi.


Akan tetapi, secara umum, saya memiliki karakteristik tersendiri terkait tipe guru seperti apa yang saya suka dan tidak suka. Sebelumnya saya sudah menyampaikan tipe-tipe guru yang umumnya disukai para pelajar. Dan pada kesempatan kali ini, secara pribadi, saya akan menyampaikan beberapa tipe guru yang tidak saya sukai.

Berikut pemaparannya.


1. Lebih Banyak Memberi Tugas Dibandingkan Penyampaian Materi



Tipe guru yang pertama ini mungkin memang bukan hanya tidak disukai oleh saya sendiri, tapi juga sebagian pelajar. Secara pribadi, saya memang merasa jengkel dengan guru yang pada kesehariannya mengajar jarang sekali menyampaikan materi, namun ketika memberi tugas seperti memiliki dendam kepada anak didiknya. Apalagi jika tugas yang diberikannya itu memang benar-benar seputar hal yang sama sekali belum dia ajarkan, menjengkelkan bukan ?


Saya sendiri menginginkan agar guru bisa menyelaraskan antara tugas dan materi yang disampaikan. Karena pada dasarnya adanya tugas, salah satunya untuk melatih sejauh mana muridnya bisa menangkap materi pelajaran yang sudah diajarkan. Mungkin memang tidak menutup kemungkinan adanya murid yang sudah mengetahui hal-hal yang sebenarnya belum diajarkan. Namun, kita mesti ingat bahwa kita bicarakan saat ini adalah tentang substansi dari guru itu sendiri, lagi pula, mana mungkin semua murid seperti itu. Jika memang semua murid seperti itu, mengapa dia bersekolah bukan ?


2. Ingin Selalu Jadi Yang Paling Benar



Guru adalah seseorang yang mengajarkan sesuatu kepada murid yang belum mengetahui sesuatu, itu konsep dasar. Akan tetapi, pada pelaksanaannya, tidak menutup kemungkinan dan memang cukup sering ditemukan adanya kekeliruan yang dilakukan guru. Itu wajar. Namun, akan jadi sesuatu yang menjengkelkan jika muridnya yang mengetahui itu dan mencoba meluruskannya, justru dianggap sok pintar.


Saya sangat paham, mungkin timbul rasa gengsi terhadap muridnya, karena notabenenya dialah yang mestinya mengajar muridnya. Akan tetapi, karena sama-sama manusia biasa, tentunya guru pun punya suatu keterbatasan dan kesempatan untuk berbuat salah, entah lupa, berbeda pandangan dengan muridnya dan sebagainya. Namun, saya tidak menyukai guru yang justru pada satu sisi tidak lebih benar dari muridnya menganggap muridnya sebagai seorang yang sok pintar.


Bukankah harusnya bangga karena muridnya bisa melampaui atau lebih mengetahui sesuatu dari dirinya ?


3. Tidak Fokus Mengajar



Pada beberapa kesempatan diajar oleh guru, saya kerap menemukan adanya guru yang tidak fokus dalam mengajar. Ada banyak hal yang mengalihkan fokusnya, yang paling sering adalah karena gadget. Menggunakan gadget ketika proses pembelajaran di kelas berlangsung memang tidak selamanya salah, apalagi jika sedang dilakukan komunikasi penting dengan seseorang. Yang jadi masalah adalah ketika menggunakan gadget untuk hal-hal yang sia-sia, seperti bermain game. Seharusnya, guru harus bisa lebih fokus agar bagaimana menyampaikan materi sebaik mungkin agar diterima dengan baik oleh muridnya. Lagi pula, apakah etis ?


4. Pemarah Untuk Hal Yang Hampa, Dan Ketidakseimbangan Dengan Humor



Guru pemarah, secara tekstual saja sudah timbul kesan yang menakutkan. Yang lebih saya soroti adalah guru yang terlalu sensitif dan mudah mengeluarkan amarahnya terhadap sesuatu yang tidak terlalu penting. Saya banyak mengetahui sendiri dan dari pengalaman orang lain, ada guru yang marah ketika ada muridnya yang lupa tidak membawa buku, tertawa, mengobrol, bersandar dan lain sebagainya.


Saya merasa, marah untuk hal-hal di atas, apalagi jika sampai mengeluarkan sebuah hukuman adalah sesuatu yang bernilai nol. Yang saya kritisi bukanlah marahnya, melainkan betapa begitu mudahnya untuk marah. Selain hal itu, saya juga kerap menemukan adanya guru yang sepertinya kesal dengan adanya murid yang kurang dalam menangkap sebuah materi pembelajaran, yang secara umum biasanya disebut bodoh.


Marah karena hal di atas adalah sebuah kesalahan. Jika seorang guru ingin muridnya pintar adalah hal yang baik, tapi jika guru hanya ingin mengajar murid yang pintar, masih bisakah nantinya dia disebut sebagai guru yang menggurui ? Jika ditilik dari tugasnya, seharusnya guru lebih memprioritaskan mereka yang dirasa memiliki kemampuan yang kurang, bukannya seolah-olah apatis.


Pada dasarnya, seorang guru juga mesti bisa menyeimbangkannya dengan humor. Maka dari itu, marah menjadi boleh jika untuk hal yang memang mesti dimarahi dan humor juga mesti dibutuhkan. Dengan catatan, jangan sampai alih-alih humor, justru yang dicari adalah bermain, bukan belajar.


Apa yang saya sampaikan memang benar-benar bersandar pada pandangan dari pengalaman saya sendiri. Saya juga punya keyakinan besar jika pelajar lain juga memiliki pandangan yang sama. Pada intinya, jika tulisan ini dibaca oleh para guru, setidaknya para guru bisa mengerti apa yang saya dan pelajar lain inginkan. Tidak ada maksud ingin mengatur, tapi lebih kepada menyesuaikan. Demi tercapainya 'murid yang baik dihasilkan oleh guru yang bersahaja'.


Terima kasih. Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment