Korupsi adalah kejahatan. Semua dari kita sudah tidak asing
dengan hal itu. Kampanye mengenai pengecaman kepada pelaku korupsi atau yang
biasa disebut koruptor selalu menggeliat kapanpun dan dimanapun. Berbagai usaha
preventif begitu marak digalakkan. Bukan tanpa alasan, korupsi memang sudah menjadi
musuh masyarakat dan negara. Karena korupsi, banyak rakyat menderita. Karena
korupsi, berbagai pembangunan terhambat. Karena korupsi, mewujudkan
kesejahteraan begitu sulit. Korupsi merupakan salah satu alasan besar kenapa
masyarakat sengsara. Korupsi merupakan salah satu alasan kenapa suatu bangsa
tak berdaya.
Atas dasar itulah, tak hanya di Indonesia, di berbagai
negara pun digencarkan berbagai upaya untuk mencegah agar tidak tumbuhnya
kejahatan korupsi ini. Karena memang, tidak bisa dipungkiri bahwa upaya
preventif atau pencegahan menjadi satu hal yang krusial. Di Indonesia
tersendiri, berbagai forum, seminar dan edukasi anti-korupsi sudah sangat
digalakan kepada masyarakat di berbagai kalangan. Tidak lain dan tidak bukan
sebagai indikasi bahwa Indonesia memang sangat sangat aware terhadap korupsi dan para koruptor, apalagi saat ini
Indonesia salah satu negara yang menjadi representasi tindakan korupsi dengan
tingginya angka korupsi dari tahun ke tahun.
Sekali lagi, usaha preventif memang menjadi hal yang
penting. Akan tetapi, jika kita berkaca pada apa yang terjadi di Indonesia
saja, menyelaraskan antara usaha preventif dan represif sudah menjadi hal yang
lebih krusial. Dimana, penindakan terhadap para koruptor yang kasusnya sudah
terungkap bisa menjadi indikator terhadap tindakan-tindakan korupsi yang
selanjutnya.
Tentang bagaimana agar menimbulkan efek jera harus kita
pikirkan bersama. Karena nyatanya, dengan sanksi yang ada sekarang di
Indonesia, sepertinya memang tidak membuat oknum-oknum tertentu untuk
setidaknya berpikir dua kali sebelum melakukan korupsi. Kasus-kasus korupsi
perlahan mulai terungkap, berbagai pihak yang disangka mulai diamankan. Ini
menjadi tanda tidak efektifnya sanksi yang saat ini diberlakukan.
Atas dasar itulah, kemudian muncul wacana terkait
pemberlakuan hukuman mati bagi para koruptor sebagai ganjaran atas tindak
kejahatan yang sudah dilakukannya. Namun demikian, meskipun masih berupa
wacana, hal tersebut mendapatkan tanggapan pro dan kontra dari masyarakat. Ada
yang setuju dan ada yang tidak setuju.
Kenapa bisa demikian ?
Dari apa yang saya ketahui, mereka yang setuju akan
pemberlakuan hukuman ini memang bersandarkan kepada apa yang saya sampaikan di
atas. Jika berkaca pada apa yang memang benar-benar terjadi, pemberlakuan
hukuman sebelumnya memang dirasa tidak efektif. Kenapa ? Dengan terus munculnya
kasus korupsi yang berhasil diungkap menjadi indikasi bahwa para koruptor tidak
takut dan tidak mengindahkan pemberlakuan sanksi yang ada.
Maka dari itu, hukuman mati memang dirasa sangat efektif,
karena bisa memberikan rasa takut kepada mereka yang berniat melakukan korupsi
kedepannya. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa kita tidak bisa mencegah sesuatu
yang sudah terjadi, yang terpenting adalah agar bagaimana hal tersebut tidak
terulang lagi untuk yang kesekian kalinya di masa yang akan datang.
Keefektifitasan yang ditimbulkan dari pemberlakuan hukuman
ini, meski masih berupa wacana ternyata tidak mendapat dukungan dari masyarakat
secara penuh. Karena, ada sebagian lain dari kalangan masyarakat yang tidak
setuju jika diberlakukannya hukuman ini. Mereka berdalih mengenai HAM yang
masih dan terus akan dimiliki oleh semua manusia, termasuk koruptor.
Pro dan kontra yang ada sebenarnya sudah terjadi bukan hanya
mengenai tindak kejahatan korupsi, tetapi juga terkait peredaran narkotika.
Bahkan, dalam kasus narkotika, hukuman seperti ini sudah terlebih dahulu
diberlakukan, termasuk di Indonesia. Namun, yang lebih harus kita perhatikan
adalah terkait pertentangan yang terjadi antara HAM dan keadilan.
Dibanyak kasus, pro dan kontra seperti sudah dan sepertinya
memang akan terus terjadi. Ada yang mempergunakan HAM sebagai “senjata” dan ada
yang mempergunakan tuntutan keadilan sebagai senjata. Saya menggunakan
perspektif pribadi, bahwa sebetulnya tidak ada yang benar dan tidak ada yang
salah. Karena ini persoalannya bukan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Mengapa ?
Saya sendiri memiliki pandangan bahwa tidak ada salahnya
memberlakukan hukuman nyawa kepada seseorang yang melakukan tindak kejahatan,
apalagi kejahatan yang memang memiliki dampak yang kompleks. Terkadang kita
harus rela merelakan 1 nyawa untuk puluhan, ratusan, ribuan sampai jutaan
nyawa, terutama yang kaitannya dengan masa depan suatu bangsa. Akan tetapi,
disisi lain saya pun ingin menegaskan bahwa kita pun tidak bisa semena-mena
mengeksekusi seseorang. Intinya kita harus lebih selektif dan bijaksana.
Kenapa ?
Seperti kata aktivis HAM dan seharusnya juga seperti kata
kita semua bahwa mereka memiliki hak untuk hidup dan mempertahankan hidupnya. Dilihat
dari tindak kejahatannya, kita juga harus lebih mengerti bahwa mereka pun
mungkin masih memiliki keinginan untuk mempertahankan hidupnya untuk
memperbaiki hidupnya dan lebih dekat dengan Tuhan. Tuhan, dari semua perspektif
agama manapun adalah Maha Mengampuni. Peri kemanusiaan pun mesti kita
kedepankan.
Adapun memang jika kriteria tersebut tidak ditemukan dari si
pelaku, eksekusi mati justru menjadi hal yang bijaksana. Setidaknya dia tidak
akan menerima efek samping lebih lanjut di dunia. Ini yang mesti kita
perhatikan. Jadi, pada dasarnya hukuman apapun itu ditujukan demi kebaikan kita
bersama bukan ? Maka, tidak akan ada yang benar dan yang salah dalam menentukan
sebuah hukuman jika memang kita punya pandangan yang sama terkait esensi dan
tujuan dari hukuman tersebut.
Terima kasih. Semoga bermanfaat.
SELAMAT ANDA MENDAPATKAN UNDANGAN RESMI DARI SUMOQQ.ORG Kunjungi skrg Live Chat nya u/Info lbh Lanjut,Dan Dapatkan Jutaan Rupiah Dengan Cuma-Cuma BBM : D8ACD825
ReplyDelete